MAKALAH DESAIN KURIKULUM UNTUK PENDIDIKAN KHUSUS
A. PENDAHULUAN
Desain kurikulum menyangkut pola
pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan desain
kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertikal.
Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum.
Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan
mengajarnya. Dimensi vertical menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan
urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju
pada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang
lanjutan.
Berdasarkan dengan apa yang menjadi
focus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:
- Subject contered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
- Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.
- Problems centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
Walaupun bertolak dari hal yang
sama, dalam suatu pola desain terdapat beberapa variasi desain kurikulum. Dalam
subject centered design dikenal ada: the subject design, the discipline design
dan the broad fields design. Pada problems centered design dikenal pula the areas
of living design dan the core design.
B. PEMBAHASAN
- Subject Centered Design
Subject centered design curriculum
merupakan bentuk desain yang paling popular, paling tua dan paling banyak
digunakan. Dalam subject centered design, kurikulum di pusatkan pada isi atau
materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata
pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah.
Karena terpisah-pisahnya itu maka kurikulum ini disebut juga separated subject
curriculum.
Subject centered design berkembang
dari konsep pendidikan klasik yang menekankan pengetahuan, nilai-nilai dan
warisan budaya masa lalu, dan berupaya untuk mewariskannya kepada generasi
berikutnya. Karena mengutamakan isi atau bahan ajar atau subject matter tersebut,
maka desain kurikulum ini disebut juga subject academic curriculum.
Model design curriculum ini
mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari model
desain kurikulum ini adalah:
1) Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi, dan disempurnaka,
2) Para
pengajarnya tidak perlu disiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau bahan yang
diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya.
Beberapa kritik yang juga
merupakan kekurangan model desain ini, adalah:
1)
Karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal
itu bertentangan dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu
merupakan satu kesatuan,
2)
Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik
sangat pasif,
3)
Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan
masa lalu, dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang
praktis. Atas dasar tersebut, para pengkritik menyarankan perbaikan ke arah
yang lebih terintegrasi, praktis, dan bermakna serta memberikan peran yang
lebih aktif kepada siswa.
- The Subject Design
The subject design curriculum merupakan bentuk desain
yang paling murni dari subject centered design. Materi pelajaran disajikan
secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini telah
ada sejak lama. Orang-orang Yunani dan kemudian Romawi mengembangkan Trivium
dan Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika, dan retorika, sedangkan
Quadrivium meliputi matematika, geometri, astronomi, dan musik. Pada saat itu
pendidikan tidak diarahkan pada mencari nafkah, tetapi pada pembentukan pribadi
dan status social (Liberal Art). Pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak-anak
golongan bangsawan yang tidak usah berkerja mencari nafkah.
Pada abad 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum
(Liberal Art), tetapi pada pendidikan yang lebih yang bersifst praktis.
Berkenaan dengan mata pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai
berkembang mata-mata pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa yang masih
bersifat teoretis, juga berkembang mata-mata pelajaran praktis seperti
pertanian ,ekonomi, tata buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan dan
lain-lain. Isi pelajaran diambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah
ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Para
siswa dituntut untuk mengetahui semua pengetahuan yang diberikan, apakah mereka
menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau tidak. Karena pelajaran-pelajaran
tersebut diberikannya secara terpisah-pisah, maka siswa mengetahuinya pun
terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa menguasai bahan hanya pada tahap
hafalan, bahan dikuasai secara verbalistis.
Lebih rinci kelemahan-kelemahan bentuk kurikulum ini
adalah:
1)
Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah, satu
terlepas dari yang lainnya.
2)
Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari
kejadian-kejadian yang hangat, yang sedang berlangsung saat sekarang.
3)
Kurikulum ini kurang memperhatikan minat, kebutuhan dan
pengalaman para perserta didik.
4)
Isi kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu
sering menimbulkan kesukaran di dalam mempelajari dan menggunakannya.
5)
Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang
memperhatikan cara penyampain. Cara penyampaian utama adalah ekspositori yang
meyebabkan peranan siswa pasif.
Meskipun ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk
desain kurikulum ini mempunyai beberapa kelebihan. Karena kelebihan-kelebihan
tersebut bentuk kurikulum ini lebih banyak dipakai.
1)
Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah
tersusun secara sitematis logis, maka penyusunannya cukup mudah.
2)
Bentuk ini sudah dikenal lama, baik oleh guru-guru
maupun orang tua, sehingga lebih mudah untuk dilaksanakan.
3)
Bentuk ini memudahkan para perserta didik untuk
mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, sebab pada perguruan tinggi umumnya
digunakan bentuk ini.
4)
Bentuk ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena
metode utamanya adalah metode ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup
tinggi.
5)
Bentuk ini sangat ampuh sebagai alat untuk melestarikan
dan mewariskan warisan budaya masa lalu.
Dengan adanya
kelemahan-kelemahan di atas pengembang kurikulum subject design tidak tinggal
diam, mereka berusaha untuk memperbaikinya. Dalam rumpun subject centerd, the
broad field design merupakan pengembangan dari bentuk ini. Begitu juga
pengembangan bentuk-bentuk lain di luar subject centered, seperti activity atau
experience design, areas of living design dan core design.
- The Disciplines Design
Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design,
keduanya masih menekankan kepada isi atau materi kurikulum. Walaupun bertolak
dari hal yang sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada Subject
design belum ada kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu).
Belum ada perbedaan antara matematika,
psikologi dengan teknik atau cara mengemudi, semuanya disebut subject. Pada
disciplines design criteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu
pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah batang tubuh keilmuannya.
Batang tubuh keilmuan menentukan apakah suatu bahan pelajaran itu disiplin ilmu
atau bukan. Untuk menegaskan hal itu mereka menggunakan istilah disiplin.
Isi kurikulum yang diberikan di sekolah adalah
disiplin-disiplin ilmu. Menurut pandangan ini sekolah adalah mikrokosmos dari
dunia intelek, batu pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari aliran ini berpegang teguh
pada disiplin-disiplin ilmu seperti: fisika, biologi, psikologi, sosiologi, dan
sebagainya.
Perbedaan lain adalah dalam tingkat penguasaan,
disciplines design tidak seperti subject design yang menekankan penguasaan
fakta-fakta dan informasi tetapi pada pemahaman (understanding). Para peserta didik didorong untuk memahami logika atau
struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep-konsep, ide-ide dan
prinsip-prinsip penting, juga didorong untuk memahami cara mencari dan
menemukannya (modes of inquiry and discovery). Hanya dengan menguasai hal-hal
itu, kata mereka, peserta didik akan memahami masalah dan mampu melihat
hubungan berbagai fenomena baru.
Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan
ekspositori yang menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif, tetapi
mengunakan pendekatan inkuiri dan diskaveri. Disciplines design sudah
mengintegrasikan unsure-unsur progresifisme dari Dewey. Bentuk ini memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan dengan subject design. Pertama, kurikulum ini
bukan hanya memiliki organisasi yang sistematik dan efektif tetapi juga dapat
memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia. Kedua, peserta didik
tidak hanya menguasai serentetan fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai
konsep, hubungan dan proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa.
Meskipun telah menunjukkan beberapa kelebihan bentuk,
desain ini masih memiliki beberapa kelemahan. Pertama, belum dapat memberikan
pengetahuan yang terintegrasi. Kedua, belum mampu mengintegrasikan sekolah
dengan masyarakat atau kehidupan. Ketiga, belum bertolak dari minat dan
kebutuhan atau pengalaman peserta didik. Keempat, susunan kurikulum belum
efesien baik untuk kegiatan belajar maupun untuk penggunaannya. Kelima,
meskipun sudah lebih luas dibndingkan dengan subject design tetapi secara
akademis dan intelektual masih cukup sempit.
- The Broad Fields Design
Baik subject design maupun disciplines
design masih menunjukkan adanya pemisahan antara mata pelajaran. Salah satu
usaha untuk menghilangkan pemisahan tersebut adalah mengembangkan the board
fields design. Dalam model ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang
berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang studi seperti sejarah,
geografi, dan ekonomi digabung menjadi ilmu pengetahuan social, aljabar, ilmu
ukur, dan berhitung menjadi matematika, dan sebagainya.
Tujuan pengembangan kurikulum broad field adalah
menyiapkan para siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya
spesialitis, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini
banyak digunakan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, di sekolah
menengah atas penggunaannya agak terbatas apalagi diperguruan tinggi sedikit
sekali.
Ada
dua kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya bahan yang
terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah masih
memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara sistematis dan teratur.
Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah memungkinkan peserta didik
melihat hubungan antara berbagai hal.
Di samping kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan
model kurikulum ini. Pertama kemampuan guru, untuk tingkat sekolah dasar guru
mampu menguasi bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi,
apalagi diperguruan tinggi sukar sekali. Kedua, karena bidang yang dipelajari
itu luas, maka tidak dapat diberikan secara mendetil, yang diajarkan hanya
permukaannya saja. Ketiga, pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali, tidak
menggambarkan kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi
siswa, dengan demikian kurang membangkitkan minat belajar. Keempat, meskipun
kadarnya lebih rendah dibandingkan dengan subject design, tetapi model ini
tetap menekankan tujuan penguasaan bahan dan informasi. Kurang menekankan
proses pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.
- Learner-Centered Design
Sebagai reaksi sekalus penyempurnaan
terhadap beberapa kelemahan subject centered design berkembang learner centered
design. Desain ini berbeda dengan subject centered, yang bertolak dari
cita-cita untuk melestarikan dan mewariskan budaya, dan karena itu mereka
mengutamakan peranan isi dari kurikulum.
Learner centered, memberi tempat utama kepada peserta
didik. Di dalam pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah
perserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi
belajar-mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan
peserta didik. Peserta didik bukanlah tiada daya, dia adalah suatu organisme
yang punya potensi untuk berbuat, berprilaku, belajar dan juga berkembang
sendiri. Learned centered design bersumber dari konsep Rousseau tentang
pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian
kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik.
Ada
dua ciri utama yang membedakan desain model learner centered dengan subject
centered. Pertama, learner centered design mengembangkan kurikulum dengan
bertolak dari peserta didik dan bukan dari isi. Kedua, learner centered
bersifat not-preplanned (kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetapi
dikembangkan bersama antara guru dengan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas
pendidikan. Organisasi kurikulum didasarkan atas masalah-masalah atau
topik-topik yang menarik perhatian dan dibutuhkan peserta didik dan sekuensnya
disesuaikan tingkat perkembangan mereka.
Ada
beberapa variasi model ini yaitu the activity atau experience design, dan
lain-lain.
The Activity atau Experience
Design
Model desain ini berawal pada abad 18, atas hasil
karya dari Rousseau dan Pestalozzi, yang berkembang pesat pada tahun
1920/1930-an pada masa kejayaan pendidikan progresif.
Berikut beberapa ciri utama activity atau experience
design. Pertama, struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta
didik. Dalam mengimplementasikan ciri ini guru hendaknya:
a)
Menemukan minat dan kebutuhan peserta didik,
b)
Membantu para siswa memlih mana yang paling penting dan
urgen. Hal ini cukup sulit, sebab harus dapat dibedakan mana minat dan
kebutuhan yang sesungguhnya dan mana yang hanya angan-angan. Untuk itu guru
harus menguasai benar perkembangan dan karakteristik peserta didik.
Kedua, karena struktur kurikulum didasarkan atas minat
dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum tidak dapat disusun jadi
sebelumnya, tetapi disusun bersama oleh guru dengan para siswa. Demikian juga
tujuan yang akan dicapai, sumber-sumber belajar, kegiatan belajar dan prosedur
evaluasi, dirumuskan bersama siswa. Istilah yang mereka gunakan adalah teacher
–student planning.
Ketiga, desain kurikulum tersebut menekankan prosedur
pemecahan masalah. Di dalam proses menemukan minatnya perserta didik menghadapi
hambatan atau kesulitan-kesulitan tertentu yang harus diatasi.
Kesulitan-kesulitan tersebut menunjukkan problema nyata yang dihadapi perserta
didik. Dalam menghadapi dan mengatasi masalah-masalah tersebut, peserta didik
melakukan proses belajar yang nyata, sungguh-sungguh bermakna, hidup dan
relevan dengan kehidupannya. Berbeda dengan subject design yang menekankan isi,
activity design lebih mengutamakan proses (keterampilan memecahkan masalah).
Ada
beberapa kelebihan dari desain kurikulum ini, Pertama, karena kegiatan
pendidikan didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta didik, maka motivasi
belajar bersifat intrinsik dan tidak perlu dirangsang dari luar. Fakta-fakta,
konsep, keterampilan dan proses pemecahan dipelajari peserta didik karena hal
itu mereka perlukan. Jadi belajar benar-benar relevan dan bermakna. Kedua,
pengajaran memperhatikan perbedaan individual. Mereka turut dalam kegiatan belajar
kelompok karena membutuhkannya, demikian juga kalau mereka melakukan kegiatan
individual. Ketiga, kegiatan-kegiatan pemecahan masalah memberikan bekal
kecakapan dan pengetahuan untuk menghadapi kehidupan di luar sekolah.
Beberapa kritik yang menunjukkan kelemahan dilontarkan
terhadap model desain kurikulum ini diantaranya:
1)
Penekanan pada minat dan kebutuhan peserta didik belum
tentu cocok dan memadai untuk menghadapi kenyataan dalam kehidupan. Kehidupan
dunia modern sangat kompleks, peserta didik belum tentu mampu melihat dan
merasakan kebutuhan-kebutuhan esensial.
2)
Kalau kurikulum hanya menekankan minat dan kebutuhan
peserta didik, dasar apa yang digunkan untuk menyusun struktur kurikulum.
Kurikulum tidak mempunyai pola dan struktur. Kedua kritik ini tidak semuanya
benar, sebab beberapa tokoh activity design telah mengembangkan stuktur ini.
Dewey dalam sekolah loboratoriumnya menyusun struktur disekitar kebutuhan
manusia, kebutuhan social, kebutuhan untuk membangun, kebutuhan untuk meneliti
dan bereksperimen dan kebutuhan untuk berekspresi dan keindahan.
3)
Activity design curriculum sangat lemah dalam
kontinuitas dan sekuens bahan. Dasar minat peserta didik tidak memberikan
landasan yang kuat untuk menyusun sekuens, sebab minat mudah sekali berubah
karena pengaruh perkembangan, kematangan dan factor-faktor lingkungan. Beberapa
usaha telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan ketiga ini:
1)
Usaha untuk menemukan sekuens perkembangan kemampuan
mental peserta didik, seperti perkembangan kemampuan kognitif dari Piaget,
2)
Penelitian tentang pusat-pusat minat yang lebih terinci
dijadikan dasar penyusunan sekuens kurikulum.
4) Kritik
terhadap model desain kurikulum ini dikatakan tidak dapat dilakukan oleh guru
biasa. Kurikulum ini menuntut guru ahli general education plus ahli psikologi
perkembangan dan human relation. Model desain ini sulit menemukan buku-buku
sumber, karena buku yang ada disusun berdasarkan subject atau discipline design. Kesulitan lain adalah
apabila peserta didik akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi, sebab di
perguruan tinggi digunakan model subject atau discipline design.
- Problem Centered Design
Problem centered design berpangkal pada filsafat yang
mengutamakan peranan manusia (man centered). Berbeda dengan learner centered
yang mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual, problem
centered design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan
masyarakat.
Konsep pendidikan para pengembang model kurikulum ini
berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk social selalu hidup
bersama. Dalam kehidupan bersama ini manusia menghadapi masalah-masalah bersama
yang harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi dalam
memecahkan masalah-masalh social yang mereka hadapi untuk meneingkatkan
kehidupan mereka.
Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan
dan pengembangan kurikulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum mereka
disusun sebelumnya (preplanned). Isi kurikulum berupa masalah-masalah social
yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang. Sekuens bahan
disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik. Problem
centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik. Minimal
ada dua variasi model desain kurikulum
ini, yaitu The Areas Of Living Design, dan The Core Design.
a. The Areas Of Living Design
Perhatian terhadap bidang-bidang kehidupan sebagai
dasar penyusunan kurikulum telah dimulai oleh Hebert Spencer pada abad 19,
dalam tulisan yang berjudul What Knowledge is of most worth? Areas of living
design seperti learner centered design menekankan prosedur belajar melalui
pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses
(process objectives) dan yang bersifat isi (content objectives) diintegrasikan.
Penguasaan informasi-informasi yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Ciri
lain dari model desain ini adalah menggunakan pengalaman dan situasi-situasi
nyata dari perserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang
kehidupan.
Strategi yang sama juga digunakan dalam subject
centered design, tetapi pelaksanaannya mengalami kesulitan, sebab dalam desain
tersebut hubungan mata pelajaran dengan bidang dan pengalaman hidup peserta
didik sangat kecil. Sebaliknya dalam the areas of living hubungannya besar
sekali. Tiap pengalaman peserta didik sangat erat hubungannya dengan
bidang-bidang kehidupan sehingga dapat dikatakan suatu desain merangkumkan
pengalaman-pengalaman social peserta didik. Dengan demikian, desain ini
sekaligus menarik minat peserta didik dan mendekatkannya pada pemenuhan
kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.
Desain ini mempunyai beberapa kebaikan dibandingkan
dengan bentuk desain-desain lainnya.
Pertama, the areas of living design merupakan the
subject matter design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi. Pemisahan antara
subject dihilangkan oleh problem-problem kehidupan social. Kedua, karena
kurikulum diorganisasikan disekitar problem-problem peserta didik dalam
kehidupan social, maka desain ini mendorong penggunaan prosedur belajar pemecahan
masalah. Prinsip-prinsip belajar aktif dapat diterapkan dalam model desain ini.
Ketiga, menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang relevan, yaitu untuk memecahkan
masalah-masalah dalam kehidupan. Melalui kurikulum ini para peserta didik akan
memperoleh pengetahuan, dan dapat menginternalisasi artinya, keempat desain
tersebut menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang fungsional, sebab diarahkan
pada pemecahan masalah peserta didik, secara langsung dipraktikkan dalam
kehidupan. Lebih dari itu kurikulum ini membawa peserta didik dalam hubungan
yang lebih dekat dengan masyarakat. Kelima, motivasi belajar datang dari dalam
diri peserta didik, tidak perlu dirangsang dari luar.
Beberapa kritik dilontarkan dan menunjukkan kelemahan
model desain ini diantaranya:
1)
Penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang
kehidupan yang sangat esensial (penting) sangat sukar, timbul organisasi isi
kurikulum yang berbeda-beda.
2)
Sebagai akibat dari kesulitan pertama, maka lemahnya
atau kurangnya integritas dan kontinuitas organisasi isi kurikulum.
3)
Desain tersebut sama sekali mengabaikan warisan budaya,
padahal apa yang telah ditemukan pada masa lalu penting untuk memahami dan
memecahkan masalah-masalah masa kini.
4)
Karena kurikulum hanya memusatkan perhatian pada
pemecahan masalah social pada saat sekarang, ada kecenderungan untuk
mengindroktrinasi peserta didik dengan kondisi yang ada, peserta didik tidak
melihat alternatif lain, baik yang mengenai masa lau maupun masa yang akan
datang, desain tersebut akan mempertahankan status quo.
5)
Sama halnya dengan kritik terhadap learner centered
design, baik guru maupun buku dan media lain tidak banyak yang disiapkan untuk
model tersebut sehingga dalam pelaksanaannya akan mengalami beberapa kesulitan.
b. The Core Design
The core design kurikulum timbul sebagai
reaksi utama kepada separate subject design, yang sifatnya terpisah-pisah.
Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata-mata pelajaran/bahan
ajar tertentu sebagai inti (core). Pelajaran lainnya dikembangkan di sekitar
core tersebut. Karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang teori tentang
core design yang didasarkan atas pandangan progresif. Menurut konsep ini
inti-inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan social.
Terdapat banyak variasi pandangan tentang the core
design. Mayoritas memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau
program pendidikan yang memberikan pendidikan umum. Pada beberapa kurikulum
yang berlaku di Indonesia
dewasa ini, core curriculum disebut kelompok mata kuliah atau pelajaran dasar
umum, dan diarahkan pada pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi dan social.
Kalau kelompok mata kuliah/pelajaran spesialisasi diarahkan pada penguasaan
keahlian/kejuruan tertentu, maka kelompok mata pelajaran ini ditujukan pada
pembentukan pribadi yang sehat, baik, matang, dan warga masyarakat yang mampu
membina kerja sama yang baik pula.
The core curriculum diberikan guru-guru yang memiliki
penguasaan dan berwawasan luas, bukan spesialis. Di samping memberikan
pengetahuan, niali-nlai dan keterampilan social, guru-guru tersebut juga
memberikan bimbingan terhadap perkembangan social pribadi peserta didik.
Ada
beberapa variasi desain core curriculum yaitu:
(1)
The separate subject core. Salah satu usaha untuk
mengatasi keterpisahan antar-mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang
dipandang mendasari atau menjadi inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.
(2)
The correlated core. Model desain ini pun berkembang
dari the separate subjects design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata
pelajaran yang erat hubungannya.
(3)
The fused core. Kurikulum ini juga berpangkal dari
separate subject, pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga pelajaran
tetapi lebih banyak. Sejarah, geografi, antropologi, sosiologi, ekonomi
dipadukan menjadi studi kemasyarakatan. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema
masalah umum yang dapat diinjau dari berbagai sudut pandang.
(4)
The activity/experience core. Model desain ini
berkembang dari pendidikan progresif dengan learner centerd design-nya. Seperti
halnya pada learner centered, the activity/experience core dipusatkan pada
minat-minat dan kebutuhan peserta didik.
(5)
The areas of living core. Desain model ini berpangkal
juga pada pendidikan progresif, tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang
sebelumnya. Berbentuk pendidikan umum yang isinya diambil dari masalah-masalah
yang muncul di masyarakat. Bentuk desain ini dipandang sebagai core design yang
paling murni dan paling cocok untuk program pendidikan umum.
(6)
The social problems core. Model desain ini pun
merupakan produk dari pendidikan progresif. Dalam beberapa hal model ini sama
dengan the areas of living core. Perbedaannya terletak pada the areas of licing
core didasarkan atas kegiatan-kegiatan manusia yang universal tetapi tidak
berisi hal yang controversial, sedangkan the social problems core di dasarkan
atas problema-problema yang mendasar dan bersifat controversial. Beberapa
contoh masalah social yang menjadi tema
model core design ini adalah kemiskinan, kelaparan, inflasi, rasialisme, perang
senjata nuklir, dan sebagainya. Hal-hal di atas adalah sesuatu yang mendesak
untuk dipecahkan dan berisi suatu controversial bersifat pro dan kontra. The
areas of living core cenderung memelihara dan mempertahankan kondisi yang ada,
sedang the social problems core mencoba memberikan penilaian yang sifatnya
kritis dari sudut sistem nilai social dan pribadi yang berbeda.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan dengan apa yang menjadi fokus pengajaran,
sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:
1.
Subject contered design, suatu desain kurikulum yang
berpusat pada bahan ajar.
2.
Learner centered design, suatu desain kurikulum yang
mengutamakan peranan siswa.
3.
Problems centered design, desain kurikulum yang
berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek). Cet.11, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung:
2009
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar