A. Akar Dikotomi
Pendidikan
Persoalan dikotomi adalah persoalan yang selalu hangat untuk dipersoalkan
yaitu pemisahan antara
ilmu dan agama. Menurut Dr. Mochtar
Naim dikotomi pendidikan adalah penyebab utama dari kesenjangan pendidikan di Indonesia dengan segala akibat yang
ditimbulkannya.
Dikotomi pendidikan umum dan pendidikan agama ialah warisan dari zaman kolonial
belanda, karena anak-anak yang bisa masuk sekolah belanda sebelum
kemerdekaan hanya 6% dan terbatas bagi anak-anak kaum bangsawan dan
saudagar, maka anak-anak orang Islam memilih Madrasah atau Pondok
Pesantren, yang memang sudah ada sebelum munculnya sekolah-sekolah yang didirikan
pemerintah kolonial belanda. Karena tekanan politik pemerintah
kolonial, maka sekolah-sekolah agama Islam memisah diri dan terkontak dalam
kubu tersendiri.
Setelah
kemerdekaan, dualisme yang diwariskan pemerintah colonial Belanda tetap
mengakar dalam dunia pendidikan kita. Pandangan beberapa ppejabat yang
menangani bidang pendidihan yang kurang
menghargai sekolah-sekolah Islam
mendorong sebagian nimpin dan pengelola sekolah tersebut berpegang pada sikap semula : berdiri di kutub yang berbeda dengan sekolah Umum. Oleh karena itu keikutsertaan Departemen Agama
dalam menangani sekolah-seklah agama
sangat diperlukan. Sebab kalau tidak sekolah-sekolah akan berjalan
dengan arahnya sendiri-sendiri. Denga tugas dan
fungsinya dibidang pendidikann, Departemen agama telah mengemban konsep konpergensi yaitu satu pihak memasukkan
pelajaran umum dalam kurikulum
sekolah agama.
Kemudian dikeluarkan surat keputusan
menteri pendidikan, mentri agama dan mendagri tentang peningkatan mutu pendidikan madrasah
juga menjadi usaha untuk menghilangkan dikotomi
pendidikan di Indonesia.
Walaupun secara kelembagaan berjalan terus.
B. Akibat dan
Dampak Negatif dari Dikotomi Pendidikan Islam
- Anti agama telah dipersempit yaitu sejauh yang berkaitan dengan aspek teologi Islam yang diajarkan disekolah-sekolah agama selama ini.
- Sekolah agama telah terkotak dalam kubu tersendiri
- Sumber masukan sekolah agama dan perguruan tinggi Agama Islam rata-rata ber IQ rendah, maka mutu tamatannya adalah tergolong kelas dua.
- Kegiatan keagamaan dan api keislaman di IAIN dan perguruan Agama Islam kurang menonjol dan kurang dirasakan dibandingkan dengan perguruan tinggi umum.
C. Hubungan
Antara Ilmu dan Agama
Menurut Dr Mochtar Muin ilmu adalah alat yang diberikan kepada manusia untuk
mengetahui dan mengenal rahasia-rahasia alam ciptaan Tuhan yang dengan itu
mereka bisa memeliharanya dengan sebaik-sebaiknya sebagai khalifah Allah
dimuka bumi. Ilmu apa saja jika diletakkan dalam misi itu akan menjadi islami yaitu wujud dan muara dari keseluruhan kegiatan dalam rangka
pengabdian total kepada Allah. Hubungan antara ilmu dan agama ialah suatu
pemikiran manusia terhadap kebenran hakiki Allah, melalui fenomena qauniyah dan
fenomena aqliyah yang berkembang terus menerus. Inti pemahaman hubungan
tersebut ialah keimanan dan ketundukan mutlak manusia kepada Allah yang
tercermin dalam sikap dan prilaku:
Kebenaran Mutlak
(al-haq) hanya kepada Allah semata dan kebenaran yang dicapai
manusia (dengan qauniyah atau naqliyah) hanya kebenaran relatif
Keyakinan akan
tiadanya pertentangan antara ilmu dan agama karena keduanya berasal
dari sumber yang sama
Kesadaran bahwa ilmu
bukan satu-satunya sumber kebenaran dan bukan satu-satunya jalan pemecahan bagi
problema kehiduapan manusia.
Arus perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju dan mengahasilkan berbagai macam teknologi modern. Namun jika
kemoderenan itu tanpa etika agama dan bimbingan moral serta keimanan kepada Allah, maka kemoderenan
itu justru akan membawa kita pada kehiduapan yang tebih tidak bahagia, kacau dan sengsara.
Kita harus menjadikan agama untuk mengendalikan
dan membimbing prilaku mereka dalam pencarian
pengetahuan. Kebutuhan (akan agama) jangan
merintangi kemajuan ilmiah justru
sebaliknya harus mendorong kemajuan ilmiah.
Kita tidak harus melakukan pembatasan-pembatasan terhadap kegiatan para ilmuwan yang kian mengahambat
pemikiran-pemikiran mereka, selama agama selalu menekankan kewajiban manusia
mencari pengetahuan tentang alam semesta
guna meningkatkan kemampuan dan meraih keuntungan yang lebih besar dari
lingkungannya. Agama Islam tidak menentang ilmu, tetapi menentang penyalahgunaan ilmu den teknologi.
Suatu masyarakan yang dibimbing oleh nial-nilai etika dan tradisi besar Islam, dapat menghasilkan ilmu
yang dapat memuaskan seluruh manusia. Ilmu
dapat mengahsilkan teknologi yang tidak begitu merusak lingkungan manusia juga tidak didorong oleh
keinginan akan keuntungan material dan
lebih menunjukkan kepeduliannya pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang terbimbing oleh wahyu. Oleh karena
itu, system pendidikan yang dilandasi Islan sangat diperluka untuk menjawab semua persoalan yang menjadi kebutuhan masyarakat umum.
Para ilmuan kita harus melibatkan diri
dalam mengkaji ulang ilmu dan budaya-budaya barat yang masuk, kesemuanya harus tetap sejalan dengan ajaran agama Islam.
Dengan demikian pendidikan Islam mepunyai makna yang berarti dalam
sistem pendidikan modern..
Hubungan yang panjang antara dunia muslim dengan dunia barat dalam bidang
studi-studi ilmiah, sejauh pengamatan kita pendidikan muslim mengahasilkan
tenaga ahli, tetapi bukan ilmuwan, tenaga tekhnik tapi bukan penemu. Hal ini
meyebabkan ilmuwan kita tidak berpartisifasi penuh.
Tugas mengkaji dan meneliti ulang ilmu bukan hanya Tugas para ilmuan kita. Para
sarjana Islam juga punya tangungjawab dalam
hal ini. mereka harus paham dengan
prinsip-prinsip ilmu dan metode penelitian yang di gunakan para ilmuwan. Dengan begitu mereka dapat memeriksa ilmu dari pengertian keimanan kita dan memberi daya pendorong
pengetahuan dan kemajuan ilmiah
manurut ketentuan dan semangat agama kita.
Masyarakat kita membutuhkan keserasian antara pengetahuan dan kepercayaan
(antara ilmu dan agama). Ketiadaan akan keserasian itu, ilmuwan kita dapat terus
menyambung dengan ilmu pengetahuan dan keimanan (kesalehan). Ilmu pengetahuan yang
didasari kesalehan harus menjadi pola pikir tiap orang serta menjadi semangat seluruh manusia.
Manusia harus menarik garis tegas antara iman dan akal, antara ilmu dan agama. Manusia
harus
belajar untuk tidak menggunakan yang satu untuk meneliti yang lain Kita tidak
boleh memakai kuping untuk melihat dan mata untuk mendengar. Kita harus
menahan diri dari menggunakan akal dimana tempat yang sebenarnya hanya
wahyu yang dapat diandalkan. Oleh karena itu, tidak ada permusuhan wahyu
dengan akal, tidak terkandung maksud ilmu menentang agama atau agama menjajah
ilmu. Tujuannya ialah agar ilmu di bawah pengayoman ilmu, agama dapat berfungsi
sebagai keseluruhan aural
ibada. Sebab dalam Islam, salah satu amal ibadah yang tinggi nilainya ialah
mencanri ilmu pengetahuan.
Sekali kita dapat mencapai kecocokan (persetujuan) dengan ilmu dan
membawanya ketingkat iman kita, maka akan terjadi keselarasan dalam masayarakat
kita dan juga dalam keselarasan dalam sistem pendidikan kita serta tempat pendidikan
agama akan kokoh dalam sistem pendidikan kita, sehingga kekuasaan manusia untuk
mengendalikan lingkungan tidak dilakuakn sebagai perlawanan terhadap pencipta dan
kepercayaan seagama tidak dipandang sebagai keterbelakangan budaya.
Untuk memulainya, sekolah-sekolah dan universitas-universitas harus berusaha
menanamkan prinsip-prinsip dasar keimanan dalam hati sanubari murid-muridnya.
Guru harus menjadi teladan bagi murid dalam hal ketaatan pada hukum dan
kesetiaannya pada tingkah laku yang berakhlak. Agama dapat menjadi
ilham untuk menjaminnya agar tidak keluar jalur atau menyalahgunakan
ilmu untuk menggeser wilayah agama. Pengetahuan agama menempati tempat
pokok dalam sistem pendidikan Islam dan pendidikan ilmiah harus
diberikan tenpat dan waktu dengan sebaik-baiknya.
PENUTUP
Pemisahan antara
ilmu dan agama merupakan warisan dari zaman kolonial belanda. Pemisahan
atara imu dan agama sudah melekat pada manusia Indonesia. Oleh karena itu
diperlukan keterpaduan hubungan antara ilmu dan agama. Hal ini rnenuntut peran
serta Departemen Agama yaitu dengan memasukkan pendidikan agama kedalam
kurikulum pendidikan umum dan pelajaran umum pada sekolah-sekolah agama.
Ilmu dan agama mempunyai hubungan yang
erat, keduanya tak bisa dipisahkan dan saling melengkapi. Manusia bebas menuntut ilmu
dan mengembangkan teknologi tetapi
semua itu harus dibatasi oleh agama. Jangan sampai ilmu pengetahuan dan teknologi justru menjerumuskan manusia. Tingginya ilmu yang dilandasi oleh keimanan dan
kesalehan akan mengasilkan teknologi
yang amat bermanfaat bagi umat manusia dan menjadi suatu amal yang bernilai tinggi disisi Allah. Kemampuan manusia dalam mengendalikan lingkungan tidak dilakukan sebagai perlawanan
terhadap sang pencipra, tetapi semua
didasarkan keyakinan bahwa segala sesuatu disandarkan kepada Allah, Allah ialah sumber segala ilmu.
Dan Tugas maanusia mencari kebenaran atau ilmu pengetahuan dibalik semua ciptaan Allah (rahasia yang terkandung
didalamnya).
DAFTAR PUSTAKA
Fadjar Abdullah Drs, Msc, Peradaban dan
Pendidikan Islam, Jakarta, Rajawali Pres,
1991
Jendral Derektur, Metodologi Pendidikan Agama Islam,
Jakarta,
Departemen Agama, 2001
Ma’arif A Syafi’i dkk, Pendidikan Islam
di Indonesia Antara Cita dan
Fakta, Yogyakarta, PT. Tiara Wancara Yogya, 1991
Uhbiyati Nur Dra, Ilmu Pendidikan, Semarang, Reneka Cipta, 1991
Saridjo Marwan, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta, CV Amissco, 1996